Pages

allow...

Selamat Datang Di Blog Chindhy Semoga Materi Yang Ada Pada Blog Ini Bisa Berguna Bagi Anda.....

it's me....:P

it's me....:P

Jumat, 07 Januari 2011

RODA

Suatu ketika, ada sebuah roda yang kehilangan salah satu jari-jarinya. Ia tampak sedih.

Tanpa jari – jari yang lengkap, tentu, ia tak bisa lagi berjalan dengan lancar.

Hal ini terjadi saat ia melaju terlalu kencang ketika melintasi hutan. Karena terburu – buru, ia melupakan, ada satu jari – jari yang jatuh dan terlepas.

Kini sang roda pun bingung. Kemanakah hendak di cari satu bagian tubuhnya itu ?

Sang roda pun berbalik arah. Ia kembali menyusuri jejak – jejak yang pernah ia tinggalkannya.

Perlahan, di tapakinya jalan – jalan itu.

Satu demi satu di perhatikannya dengan seksama.

Setiap benda di amati dan di cermati, berharap, akan itemukannya jari – jari yang hilang itu.

Ditemuinya kembali rerumputan dan ilalang. Dihampirinya kembali bunga – bunga di tengah padang. Dikunjunginya kembali semut dan serangga kecil di jalalanan.

Dan dilewatinya lagi semua batu – batu dan kerikil – kerikil pualam. Hei... semuanya tampak lain.

Ya, sewaktu sang roda melintasi titik – titik kecil. Semuanya, tampak biasa dan tak istimewa.

Namun kini, semuanya tampak lebih indah. Rerumputan dan ilalang, tampak menyapanya dengan ramah.

Mereka kini tak lagi hanya berupa batang – batang yang kaku. Mereka tampak tersenyum, melambai tenang, bergoyang dan menyampaikan salam.

Ujung – ujung rumput itu, bergesek dengan lembut di sisi sang roda. Sang roda pun tersenyum dan melanjutkan pencariannya.

Bunga – bunga pun tampak lebih indah, harum dan semerbak, lebih terasa menyegarkan.

Kuntum – kuntum yang terbuka, menampilkan wajah yang cerah. Kelopak – kelopak yang tumbuh, menari, seakan bersorak pada sang roda.

Sang roda tertegun dan berhenti sebentar, Sang bunga pun merunduk, memberikan salam hormat.

Dengan perlahan, dilanjutkannya kembali perjalannya. Kini, semut dan serangga kecil itu, mulai berbaris, dan memberikan salam yang paling semarak.

Kaki – kaki mereka bertepuk, membunyikan keriangan yang meriah. Sayap – sayap itu bergetar, seakan ada ribuan gendering yang di tabuh. Mereka saling menyapa.

Dan, serangga itu pun memberikan salam, dan doa pada sang roda. Begitu pula batu dan kerikil pualam. Kilau yang hadir, tampak berbeda jika di lihat dari mata yang tergesa – gesa.

Mereka lebih indah, dan setiap sisi batu itu memancarkan kemilau yang teduh. Tak ada lagi sisi dan ujung yang tajam dari batu dan pualam, membuka jalan, memberikan kesempatan untuk melanjutkan perjalan.

Setelah lama berjalan, akhirnya, ditemukannya jari – jari yang hilang. Sang roda pun senang.

Dan ia berjanji, tak akan tergesa – gesa dan berjalan terlalu kencang dalam melakukan tugasnya.

NB :

Teman, begitulah hidup. Kita, seringkali berlaku seperti roda – roda yang berjalan terlalu kencang.

Kita sering melupakan, ada saat indah, yang terlewat di setiap kesempatan. Ada banyak hal – hal kecil yang sebetulnya meneyenangkan, namun kita lewatkan karena terburu – buru dan tergesa – gesa.

Hati kita, kadang, terlalu penuh dangan target – target, yang membuat kita hidup dalam kebimbangan dan ketergesaan.

Langkah – langkah kita, kadang selalu dalam keadaan panik dan lupa, bahwa di sekitar kita banyak sekali hikmah yang perlu di tekuni.

Seperti saat roda yang terlupa pada rumput, ilalang, semut, dan pualam, kita pun sebenarnya sedang terlupa pada hal – hal itu.

Teman, coba, susuri kembali jalan – jalan kita. Cermati, amati, dan perhatikan setiap hal yang pernah kita lewati.

Selasa, 04 Januari 2011

Rantai Gajah

Standar pelatihan gajah sirkus :
Ketika masih kecil, gajah sirkus dirantai kakinya. Setiap akan jalan melangkah, dia terjatuh tertahan rantai, tersungkur.

Setelah berkali kali tersungkur, dia tidak lagi berani berjalan bila ada rantai di kakinya.


Setelah dewasa, bila ada rantai di kakinya maka gajah itupun tidak akan berani berjalan lagi. Padahal badan nya sudah berubah besar dan tenaganya hebat dan pasti rantai itu tidak akan mampu menahannya.

Sang gajah tidak berani mencoba berjalan lagi karena dalam ingatannya, dia akan tersungkur bila mencoba. Di otaknya ada rantai. Kakinya bisa dengan mudah merdeka, tetapi jiwanya terantai.


Kita dibentuk oleh rantai – rantai kaki dalam hidup kita. Keyakinan orang – orang sekeliling kita, adat istiadat kita, ajaran dan pendidikan kita, menjadi rantai pengatur hidup kita dan kita tidak perduli lagi walau itu telah usang dan tidak benar lagi pada saat ini.

Setiap manusia berada pada penjara pengalamannya sendiri. Ketakutan dan kekhawatiran dan pembatasan terjadi karena kita terbentuk oleh masa lalu kita. Kita telah ditakdirkan berada didalam penjara jiwa kita.

Yang tidak kita sadari adalah pintu penjara sebenarnya telah lama bisa dibuka, gemboknya sudah terbuang tetapi kita tidak lagi pernah mencoba membuka pintu itu, dengan asumsi bahwa kita pasti tidak mampu membukanya karena dulu kita tidak pernah mampu membukanya. Kita salah, seperti juga sang gajah. Sudah waktunya kita keluar dari penjara kita. Kapan ??? Sekarang !!!.

Sabtu, 01 Januari 2011

Elang dan Kalkun

Konon di satu saat yang telah lama berlalu, Elang dan Kalkun adalah burung yang menjadi teman yang baik. Dimanapun mereka berada, kedua teman selalu pergi bersama – sama. Tidak aneh bagi manusia untuk melihat Elang dan Kalkun terbang bersebelahan melintasi udara bebas.

Satu hari ketika mereka terbang, Kalkun berbicara pada Elang, : “Mari kita turun dan mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Perut saya sudah keroncongan nih !”. Elang membalas, : “Kedengarannya ide yang bagus”.

Jadi kedua burung melayang turun ke bumi, melihat beberapa binatang lain sedang makan dan memutuskan bergabung dengan mereka. Mereka mendarat dekat dengan seekor Sapi. Sapi ini tengah sibuk makan jagung, namun sewaktu memperhatikan bahwa ada Elang dan Kalkun sedang berdiri dekat dengannya, Sapi berkata, : “Selamat datang, silakan cicipi jagung manis ini”.

Ajakan ini membuat kedua burung ini terkejut. Mereka tidak biasa jika ada binatang lain berbagi soal makanan mereka dengan mudahnya. Elang bertanya, : “Mengapa kamu bersedia membagikan jagung milikmu bagi kami ?”. Sapi menjawab, : “Oh, kami punya banyak makanan disini. Tuan Petani memberikan kami apapun yang kami inginkan”. Dengan undangan itu, Elang dan Kalkun menjadi terkejut dan menelan ludah. Sebelum selesai, Kalkun menanyakan lebih jauh tentang Tuan Petani.

Sapi menjawab, : “Yach, dia menumbuhkan sendiri semua makanan kami. Kami sama sekali tidak perlu bekerja untuk makanan”. Kalkun tambah bingung, : “Maksud kamu, Tuan Petani itu memberikan padamu semua yang ingin kamu makan ?”. Sapi menjawab, : “Tepat sekali !. Tidak hanya itu, dia juga memberikan pada kami tempat untuk tinggal” Elang dan Kalkun menjadi syok berat !. Mereka belum pernah mendengar hal seperti ini. Mereka selalu harus mencari makanan dan bekerja untuk mencari naungan.

Ketika datang waktunya untuk meninggalkan tempat itu, Kalkun dan Elang mulai berdiskusi lagi tentang situasi ini. Kalkun berkata pada Elang, : “Mungkin kita harus tinggal disini. Kita bisa mendapatkan semua makanan yang kita inginkan tanpa perlu bekerja. Dan gudang yang disana cocok dijadikan sarang seperti yang telah pernah kita bangun. Disamping itu, saya telah lelah bila harus selalu bekerja untuk dapat hidup”

Elang juga goyah dengan pengalaman ini, : “Saya tidak tahu tentang semua ini. Kedengarannya terlalu baik untuk diterima. Saya menemukan semua ini sulit untuk dipercaya bahwa ada pihak yang mendapat sesuatu tanpa imbalan. Disamping itu, saya lebih suka terbang tinggi dan bebas mengarungi langit luas. Dan bekerja untuk menyediakan makanan dan tempat bernaung tidaklah terlalu buruk. Pada kenyataannya, saya menemukan hal itu sebagai tantangan menarik”.

Akhirnya, setelah Kalkun memikirkan semuanya, memutuskan untuk menetap dimana ada makanan gratis dan juga naungan. Namun Elang memutuskan bahwa dia amat mencintai kemerdekaannya dibanding menyerahkannya begitu saja. Dia menikmati tantangan rutin yang membuatnya hidup. Jadi setelah mengucapkan selamat berpisah untuk teman lamanya Si Kalkun, Elang menetapkan penerbangan untuk petualangan baru yang dia tidak ketahui bagaimana ke depannya.

Semuanya berjalan baik bagi Si Kalkun. Dia makan semua yang dia inginkan. Dia tidak pernah bekerja. Dia tumbuh menjadi burung gemuk dan malas. Namun suatu hari, dia mendengar istri Tuan Petani menyebutkan bahwa Hari raya Thanks giving akan datang beberapa hari lagi dan alangkah indahnya jika ada hidangan Kalkun panggang untuk makan malam. Mendengar hal itu, Si Kalkun memutuskan sudah waktunya untuk pergi dari pertanian itu dan bergabung kembali dengan teman baiknya, si Elang.

Namun ketika dia berusaha untuk terbang, dia menemukan bahwa dia telah tumbuh terlalu gemuk dan malas. Bukannya dapat terbang, dia justru hanya bisa mengepak – ngepakkan sayapnya. Akhirnya, di Hari Thanks giving keluarga Tuan Petani duduk bersama menghadapi panggang daging Kalkun besar yang sedap.

Ketika anda menyerah pada tantangan hidup dalam pencarian keamanan, anda mungkin sedang menyerahkan kemerdekaan anda…Dan Anda akan menyesalinya setelah segalanya berlalu dan tidak ada KESEMPATAN lagi…
Seperti pepatah kuno “selalu ada keju gratis dalam perangkap tikus”.