Di suatu malam yang pekat, tampak seorang pemuda pengembara sedang berlari-lari kecil di tengah hujan badai. Ia berusaha mencari tempat berteduh yang bisa melindungi tubuhnya dari deraan hujan badai. Pemuda pengembara itu mencoba berteduh di bawah sebuah pohon, lalu berpindah ke teras sebuah rumah sederhana, yang tak jauh dari tempatnya berteduh saat itu.
Dengan tubuh basah kuyup, ia beristirahat dan melepaskan lelah. Rupanya, pemuda pengembara itu kehabisan bekal makanan. Ia menggigil kedinginan dan menahan rasa lapar hingga kepalanya berkunang-kunang.
Tak lama berselang, datang seorang perempuan setengah baya. Ternyata, perempuan itu adalah si pemilik rumah yang terasnya dijadikan tempat berteduh pemuda pengembara tadi. Perempuan itu membawa semangkuk susu dan sepotong roti. “Nak, kelihatannya kamu kedinginan dan kelaparan. Ini ada sepotong roti dan semangkuk susu untuk menghangatkan perutmu. Maaf, hanya ini makanan yang ibu punya” kata perempuan pemilik rumah.
“Ooh, terima kasih, Bu” sambil malu-malu dan rasa syukur teramat dalam, ia langsung menghabiskan roti dan susu tersebut.
Tahun berganti tahun. Dikisahkan, suatu hari disebuah rumah pengobatan yang besar dan terkenal, beberapa orang sedang memandu seorang perempuan tua dalam keadaan pingsan, kondisinya sangat kritis akibat penyakit akut yang dideritanya selama bertahun-tahun. Untuk menyelamatkan nyawanya, tabib memutuskan melakukan tindakan operasi.
Beberapa hari kemudian, setelah perempuan tua itu siuman, ia tampak tidak tenang dan bingung. Pikirannya tertuju pada biaya pengobatan dan perawatan yang sudah pasti sangat mahal. Buru-buru ia tanya kepada perawat “Berapa biaya yang harus kubayar dan dari mana aku bisa membayarnya?” Namun, perawat tersebut hanya memberikan dia sepucuk surat. Dengan perasaan gundah diterimanya surat itu dan segera membacanya…
“Ibu yang baik. Saya adalah tabib kepala yang mengoperasi dan merawat Ibu. Seluruh biaya pengobatan telah saya lunasi. Ini sebagai tanda terima kasih atas pemberian semangkuk susu dan sepotong roti yang pernah Ibu berikan pada saya dahulu. Sayalah si pemuda pengembara yang berteduh diteras rumah Ibu. Semoga Tuhan memberi kesehatan kepada Ibu. Salam sejahtera.”
Selesai membaca surat itu, meneteskan air mata haru bercampur lega. Perempuan itu tidak menyangka, bahwa perbuatan kecil tanpa pamrih ternyata membuahkan kebaikan yang tidak terkira dikemudian hari. “Hidupku sungguh beruntung” bisik perempuan itu bahagia.
My Note : “orang yang berbuat jahat, walau bencana belum tiba tetapi rejeki telah menjauhinya. Orang yang berbuat baik, walau rejeki belum tiba tetapi bencana telah menjauhinya”
“Selama buah dr suatu perbuatan jahat belum masak,maka org bodoh akan menganggapnya manis spt madu.apabila buah perbuatannya telah masak,maka ia akan merasakan pahitnya penderitaan”
Minggu, 17 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
tuaian kecil dan baik membawa panen berkat yang baik pula, contoh yang patut kita lakuin :)
BalasHapusGBu